instagram

Pages

Wednesday, July 2, 2014

Dear Citizen,

Setelah belajar dan mencoba memahami gegap gempitanya negara ini mengusung dua calon presiden yang bersikeras menjadi yang terbaik, saya ingin mencoba menulis dari sisi kaca mata yang lain. Seusai panasnya suasana surat menyurat untuk calon presiden A dan presiden B, serta merta surat balasan untuk si penulis surat dan ditutup 4 x 4 = 16, sempat tidak sempat harap dibalas, lalu kemudian saya tersenyum betapa selow  (baca: ngga ada kerjaan) nya orang - orang ini. Karena saya tidak selow dan mumpung ada 30 menit waktu istirahat supaya saya ndak dituduh magabu (makan gaji buta) maka saya sempatkan menulis.

Protesmu keras! komentarku pada beberapa orang frontal yang membabi buta menuntut ini itu. Seperti ibu - ibu yang saya temui di warung ijo tempat langganan beli nasi sayur berujar "ya saya tetep milih pak itu to! jelas baik buat presiden!!! cinta rakyat" *sembari menyenggol tempe goreng yang terjatuh di tanah dan tidak diambil, hanya memberi senyum, dan merugikan si pemilik warung ijo* Mbok ya kalau nuntut sesuatu tu balikkan tuntutan itu ke diri sendiri. Ini yang mendasari saya menulis untuk warga negara ini, bukan buat calon - calon presiden itu.

Dalam satu hari saja, sudah berapa warga yang kelakuannya brutal minta ampun saya temui? minimal 10 lah … Dari mulai ketika saya ada di lampu lalu lintas, warnanya sudah kuning, saya memutuskan berhenti, tapi dimaki karena lamban dan didahului meski warna lampunya merah. Berapa banyak yang melanggar lalu lintas hari ini? korupsi waktu? berapa banyak dari kita yang memilih untuk melakukan hal lain daripada menyelesaikan pekerjaan kantor? doing social media for instance? Buang sampah sembarangan? seperti seseorang yang saya temui di jalan, mobil mewah, tapi kelakuan barbar! Membuang semua sampah di mobilnya ditengah jalan raya Yogyakarta - Solo? Itu baru sedikit yang saya gambarkan disini, tapi sudah cukup membawa ke inti pemikiran saya.

Saya sebagai warga negara, juga sudah patah hati sama negara ini. Namanya patah hati kan sembuhnya lama, jadi sampai sekarang juga belum sembuh. Dulu sempat semangat ikut pemilu, wah capresnya seru programnya, tapi akhirnya sama saja. Itu juga sama dengan cerita lima tahunan pemilu lainnya. Rasanya kayak dirayu habis - habisan, lalu ditinggal selingkuh. Tentunya rasa percaya pada negara ini juga kandas entah kemana, mengembalikannya saja tidak semudah menghitung anggaran THR (hehehe, saya lagi sibuk ngitung THR nih). Pada akhirnya saya nyanyi lagunya The Corrs "don't say you love me, unless forever…" jadinya nunggu bukti aja, daripada kemakan janji - janji palsu. Kemudian ya mau ngga mau jadi warga negara disini, wong saya lahirnya disini padahal ngga pernah minta, wong saya nyari pria asing yang mau nikahin saya supaya dapet warga negara lain juga ngga dapat.

Nah, ketika kita menuntut orang lain untuk memberi bukti bukan janji, coba sekarang menghadap ke cermin dan tanya ke lubuk hati yang paling dalam sambil lihat pantulan muka kita di kaca, "sudahkah saya menepati janji?" Banyak sekali kok yang bisa kita lakukan sebelum menuntut pemerintah kita menjadi lebih, yuk mari kita jadi cerdas dan cermat sedikit dimanapun kita berada, mulailah dari hal kecil. Coba pikirkan lagi, kalau kita ini menyerukan bahwa kita negara beragama ( ya cuman agama satu itu tok til yang disebut - sebut), tapi coba lihat, kenapa negara lain yang sudah tidak taat beragama tapi bisa lebih tertib hukum dan lebih beradab kelakuannya dan terlebih lagi, negara mereka lebih maju…

No comments:

Post a Comment