Sunday, December 22, 2013
Untuk Wanita yang Tidak Bisa dan Tidak Ingin Menjadi Ibu
Ini hari Ibu! Begitu aku diingatkan sosial media yang sudah menampilkan puluhan cara terindah untuk menyampaikan terima kasihnya pada ibu. Lalu sejenak aku berpikir, bagaimana dengan wanita yang tidak memilih atau gagal menjadi ibu? Tidak pantaskah dia diucapkan terima kasih atau disebut eksistensinya di hari Ibu? Tapi rasanya kacamata sosial sudah meminta hari ini disahkan untuk menjadi hari Ibu... Khusus IBU! Titik!
Sinis sih nggak ... Ya dikitlah sinis dikit mengenai pandangan orang yang menganggap wanita tidak sempurna kalau tidak jadi ibu atau rasanya tidak jadi wanita kalau tidak melahirkan. Rasanya terlalu panjang kalau aku bahas mulai dari anggapan aku mengenai kehadiran anak dan elaborasinya akan keberadaan ibu. Nanti malah jadinya kehadiran anak itu hanya sebagi pemenuh pandangan sosial. Yang jelas aku hanya kebetulan ada di kehidupan dimana menjadi ibu adalah sebuah pilihan atau takdir, bukan kewajiban. Jadi aku tidak cocok dengan pandangan, "menikah itu untuk punya anak." Atau "kamu tidak jadi wanita sempurna kalau tidak punya anak."
Lalu aku mengajak beberapa temanku yang masih single, mereka yang tidak ingin dan tidak bisa menjadi ibu. Banyak faktornya, seperti contohnya aku. Aku belum siap menjadi ibu dengan berbagai alasan dan keyakinan yang aku imani *halah* tapi aku punya niat dan tujuan lain. Di dunia ini, aku masih lihat banyak anak yang tidak diharapkan orang tuanya, dibuang orang tuanya, atau alam semesta mencobai anak - anak ini menjadi yatim piatu. Aku kebetulan tidak peduli dengan hujaman pertanyaan ketika aku sudah menikah ditanya "kapan punya momongan" biasanya aku akan menjawab sekenanya atau membahas lebih dalam ketika aku tau lawan bicaraku bisa memahami pemikiranku.
Jangan berkecil hati kalau belum punya momongan, atau tidak mau punya momongan, atau bahkan belum nemu bapaknya *eh... Kalian tetaplah seorang Ibu, ya selain karena kalo di toko dipanggilnya udah "ibu" yaaaaa bukan "kak" lagi :)
Ada banyak hal kok yang bisa kita lakukan untuk ibu - ibu yang gagal jadi ibu. Gagal disini banyak macamnya, yang anaknya dititipkan di panti asuhan, atau maut menjemput sebelum ada kesempatan membesarkan anaknya, atau ya cuman gegayaan punya anak tapi ga tau caranya mendidik .... Sebagai wanita single atau belum punya momongan kan bisa dimulai dengan melakukan banyak hal, aksi sosial untuk anak - anak yang ingin dibantu atau banyak baca informasi soal ibu dan anak, jadi kita bisa memberi banyak referensi untuk ibu ibu yang udah terlalu sibuk ganti popok, sedangkan kita masih keluyuran di mall :)
Jadi, ibuku ... Yang sudah membuat aku dengan cinta dan nafsu sebagai bumbunya.... Terima kasih ya sudah selalu menerima pemikiranku yang ajaib :)
Tuesday, December 17, 2013
Stella's Homemade for Holiday Season
I'm not a great chef or well-known to be one. It's just my hobby that I finally can do since I don't live in boarding house and find small home with tiny kitchen where I can cook :) My cooking-rank is as far as my husband, brother, mom, and dad smile and enjoy every of my dishes. Here I am in this holiday nuance, I try to cook Cheese Cake and Choco Velvet. Making it more special, I put them in these cute 250 Mason and Glass Jar that amazingly make them look so much mouth-watering to try.
Besides decorating our Moonrise Kingdom, that's how we called our house, into Christmas fever, I hope baking some stuff may feature the joyful and warm season.
So, these cutes jar along with yummy cheese cake and velvet cake can be one of ideas for Christmas hampers to your loved ones. Please feel free to contact me should you want to have more bites of these treats ….
Besides decorating our Moonrise Kingdom, that's how we called our house, into Christmas fever, I hope baking some stuff may feature the joyful and warm season.
my favorite corner and not yet finished with decor |
So, these cutes jar along with yummy cheese cake and velvet cake can be one of ideas for Christmas hampers to your loved ones. Please feel free to contact me should you want to have more bites of these treats ….
Wednesday, December 11, 2013
Iya atau tidak?
Kemarin akhir pekan kami kedatangan mbah dukun. Aku dan
suamiku seperti pasangan suami istri yang sedang kepayahan dan konsultasi
kepada dukun. Kusebut mbah dukun karena dia adalah tempat belajar suamiku untuk
memahami hidup hanya saja sekarang dia berubah dengan pengetahuan spiritual kejawen nya beserta batu akik dan argon
serta ilmu pellet yang membuatku berkhayal dia seperti mbah dukun. Tapi tentu
saja dia bukan dukun, karena kami tidak belajar cari pesugihan dari dia, kami
hanya ingin berbagi cerita dan sedikit banyak memberi masukan dalam rumah
tangga kami untuk memahami satu sama lain.
Aku terinspirasi salah satu kalimatnya, “kalau kamu menuntut
kebenaran, kamu harus siap dengan jawabannya…” Betul juga pikiran dia, batinku
dalam hati. Aku adalah anak yang dididik dan ditempa untuk sebuah keterbukaan
dan diterima atas kebebasan tanggung jawab yang aku pilih. Itu sama aja aku
berharap ketika aku tanya “aku cantik nggak?” dan aku berharap jawabannya “iya”
tapi ternyata jawabannya “tidak”. Itu artinya aku harus menerima secara terbuka
bahwa mungkin aku tidak naturally born
beautiful, aku salah pake make up, atau selera orang yang bilang aku tidak
cantik itu jelek hahahahaha ….
Satu hal yang mengusik antara aku dan suamiku itu adalah
ketika dia menghindari untuk mengatakan sejujurnya agar supaya lawan bicaranya
bahagia atas jawabannya. Sedangkan aku lebih suka orang berkata apa adanya
menanggapi segala sesuatu meskipun nanti aku sedikit kesulitan untuk menerima
jawaban yang tidak sesuai dengan harapanku atau sebagai bonusnya aku akan
sangat bersyukur ketika jawabannya sepaham dengan pikiranku. Tapi, aku lebih
suka tertantang untuk menanggapi respon yang kejujurannya terkadang tidak
sepaham dengan pikiranku daripada selalu memenuhi apa yang aku inginkan padahal
tidak sesuai dengan apa isi hatinya. Aku merasa dibohongi.
Akhirnya aku mengajak suamiku untuk menyampaikan isi
hatinya. Sampaikanlah kalau masakanku tidak enak, aku sedang tidak menarik, aku
menyebalkan, aku salah menilai sesuatu, aku tidak suka ini, aku tidak suka ini,
aku suka itu , atau aku suka ini. Nantinya kita akan berkompromi ketika sedang
berupaya memahami sebuah respon untuk nantinya kita bisa saling menerima dan
memahami.
Satu contohnya adalah semalam ketika aku mencoba resep baru
memasak Tagliatelle Alfredo. Tentu saja ini susah dimasak dan aku minta
pendapat suamiku. Dia suka ketakutan kalau komentar bahwa masakannya kurang
enak. Tapi semalam dia keren banget dan bisa bilang apa adanya kurang manis
masakannya. Lalu aku pasti ada momen manyun
sesaat (karena merasa aku belum bisa jadi Jamie Oliver hihihi) tapi aku
langsung gegap gempita memperbaiki rasa masakan itu atas masukan suamiku. Apa
hasilnya, kami makan dengan lahap atas rasa yang pas penuh cinta kasih dengan
bumbu saling memahami dan menerima …… *elus elus perut
Friday, December 6, 2013
Sokola Rimba : Adaptasi yok!
Ayo cerdas supaya bisa adaptasi dengan perubahan
Aku tersenyum haru melihat semangat anak - anak rimba ini untuk bisa belajar, beberapa diantara mereka memang punya keinginan besar untuk menjadi cerdas dan pintar tapi juga belum tau kecerdasan itu akan digunakan sebagai apa. Beda dengan Bungo, salah satu anak rimba yang juga semangat belajar dan bersikeras untuk ingin tidak dibodohi atas perubahan jaman yang tidak bisa dihentikan. Kemudian pastinya diikuti dengan harapan mereka nantinya akan bisa beradaptasi dengan perubahan jaman tanpa meninggalkan nilai - nilai budaya dan adat istiadat <------- oh, see that's my words!
Mengingat aku pelupa dan ketika menonton film banyak detil yang sudah tidak menempel di jaring - jaring otakku, hal lain yang aku suka dari film ini adalah filosofi pohon madu. Jadi pohon madu adalah pohon tinggi tanpa ranting yang paling susah dicapai rombongan rimba, begitu mereka menyebut koloni rimba dengan rombongan. Diperlukannya keyakinan pada Tuhan alam semesta, hati yang bersih, dan pikiran yang fokus ketika mencapai puncaknya untuk nantinya mendapatkan sumber madu untuk kehidupan penduduk rimba. Karena puncaknya yang tinggi, dalam perjalanan si pemanjat sering diganggu halusinasi dan digambarkan bahwa halusinasi itu kadang dalam bentuk yang baik dan buruk. Ada yang diganggu setan pohon madu atau binatang yang menyeramkan sebagai simbol keburukan atau sensasi keindahan secara visual sebagai gambaran keindahan. Intinya tetap sama, apapun halusinasi itu bisa yang indah atau yang buruk jika kita tidak bijak menghadapinya, keduanya akan membuat kita jatuh.
Aku teringat seseorang yang mengajarkan aku akan fase kehidupan yang setiap levelnya memberi banyak ujian. Mungkin level - level inilah pijakan - pijakan untuk memanjat pohon madu kehidupan. Kadang dalam hidup kita merasa yang buruk adalah ujian dan mengingatkan kita akan sang pencipta untuk berserah dan memberi kemampuan untuk melewati cobaan. Setelahnya kita lupa, ketika kita sedang diberi kebaikan dalam hidup, kita anggap itu sebagai bonus setelah melewati cobaan, padahal itu cobaan lain dalam bentuk yang lebih manis untuk menguji kita, ingatkah kita untuk berterima kasih pada Tuhan alam semesta.
Monday, December 2, 2013
Monster University : It's OK to be OK
Sebagai bukan penyuka film kartun, aku hanya akan menontonnya ketika suamiku mengajak untuk menikmati makhluk makhluk tidak realis bergambar warna - warni. Awalnya selalu enggan, sejak aku menonton Up dan akhirnya jadi terharu, kemudian nonton WallE yang lalu jadi terinspirasi, akhirnya nonton Monster Inc. dan diikuti Monster University. Betul juga kalau kartun - kartun ini kadang menarik untuk mengendurkan otot - otot yang tegang disertai pelajaran moral yang membuat manggut - manggut lalu berpikir.
Kisah Monster Inc dan Monster University ini membawa aku kembali ke masa lalu. Sejak kecil kita diperkenalkan dengan kompetisi kejuaraan, demikian juga aku. Mulai dari juara lomba lukis, mewarnai, gerak dan lagu, sampai makan krupuk, juga lari karung, dan berbagai macam lainnya. Secara obyektif aku ini anak yang minderan dan terlalu sensitif sehingga kompetisi - kompetisi itu juga mempengaruhi caraku untuk berpikir memahami ambisi untuk menang. Dulu rasanya terluka sampai menusuk hati waktu sepupu - sepupu selalu juara 1, 2, dan 3 … lalu aku mentok di 10 besar jadi selalu saja tidak bisa mengambil senyum bangga Eyang Kakung dan Putri. Walaupun tetap diberi salam tempel, rasanya kurang puas menjadi juara.
Beranjak dewasa atau menua menurutku, karena dewasa tampak terlalu berat, aku menjadi anak yang selalu bekerja keras dan dicambuk ambisi untuk mencapai sesuatu. Aku bukan anak yang bisa dengan mudahnya bilang "it's ok! to be ok!' Kemudian Mike Wazowski salah satu tokoh utama di Monster University mengajakku belajar untuk berjuang dan menerima. Tentu saja aku bukan orang yang mudah menerima toh aku tumbuh untuk selalu menjadi mandiri, juara, dan kompetitif.
Mike Wazowski selalu bermimpi menjadi monster yang profesinya sebagai tukang menakut - nakuti anak kecil. Dimana dalam dunia monster ini adalah profesi jagoan dan menjadi kunci utama kehidupan Monster. Jadi tugas si monster yang menakut - nakuti ini adalah mendapatkan energi dari teriakan anak kecil yang ketakutan dan nantinya energi itu yang jadi sumber kehidupan di dunia monster. Tentunya syarat menjadi monster jagoan ini yang paling utama adalah punya bentuk yang menakutkan dan suara mengaum yang mengerikan. Takdir berkata lain karena Mike Wazowski terlahir menjadi monster yang imut. Jadi sebagaimanapun cerdasnya dia mengenyam pendidikan di Monster University dengan nilai A+ dia tidak punya bakat dan talenta untuk bisa jadi mendapatkan profesi monster jagoan yang tugasnya menakut - nakuti.
Tentu saja dia tidak terima dengan kenyataan ini dan membuktikan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuannya itu. Di akhir cerita akhirnya profesi Mike ini adalah mendampingi sahabatnya yang juga monster yaitu Sullie. Nah, si Sullie ini emang terlahir berbakat menakuti, cuman karena kurang cerdas dia membutuhkan kecerdasan Mike untuk membantu Sullie menjadi monster penakut sejati yang mana profesi ini sebetulnya diidamkan oleh si Mike. Mereka menjadi tim yang bersinergi dan sukses mencapai target untuk menakut - nakuti anak kecil dengan nilai tertinggi.
Percayalah menerima kekalahan memang bukan hal yang mudah. Menerima bahwa tujuan yang ingin diraih itu tidak tercapai mencabik - cabik emosi dan menumbuhkan keputusasaan. Tapi tidak ada tantangan jika semuanya dimenangkan karena memang selayaknya kalah dan menang bersanding dalam sebuah kompetisi. Aku yakin Mike juga membutuhkan waktu yang lama untuk menerima bahwa dia tidak akan bisa menjadi apa yang dia inginkan tapi bisa mengaplikasikan sisi positif kelebihan dari dirinya untuk menjadi berguna tidak hanya untuk orang lain, juga dirinya sendiri. Jadi, jangan takut kalah dan jangan takut gagal, mungkin kita hanya belum bisa melihat sisi lain dari diri kita yang lebih baik dari kegagalan yang sedang kita alami. Anggap saja kita juara harapan, jadi masih ada harapan kan?
oh iya, soundtrack yang menarik sambil baca blog ini rasanya Agnes Monica "Things will get better". Ini single dia yang katanya merupakan perjuangan go international yang konon katanya gagal itu. Tapi cuba aja liat muka Agnezmo yang tetep songong dan chin up dan ngga putus asa itu, mungkin dia memahami dia sebagai Juara Harapan, bukan kalah.
Kisah Monster Inc dan Monster University ini membawa aku kembali ke masa lalu. Sejak kecil kita diperkenalkan dengan kompetisi kejuaraan, demikian juga aku. Mulai dari juara lomba lukis, mewarnai, gerak dan lagu, sampai makan krupuk, juga lari karung, dan berbagai macam lainnya. Secara obyektif aku ini anak yang minderan dan terlalu sensitif sehingga kompetisi - kompetisi itu juga mempengaruhi caraku untuk berpikir memahami ambisi untuk menang. Dulu rasanya terluka sampai menusuk hati waktu sepupu - sepupu selalu juara 1, 2, dan 3 … lalu aku mentok di 10 besar jadi selalu saja tidak bisa mengambil senyum bangga Eyang Kakung dan Putri. Walaupun tetap diberi salam tempel, rasanya kurang puas menjadi juara.
Beranjak dewasa atau menua menurutku, karena dewasa tampak terlalu berat, aku menjadi anak yang selalu bekerja keras dan dicambuk ambisi untuk mencapai sesuatu. Aku bukan anak yang bisa dengan mudahnya bilang "it's ok! to be ok!' Kemudian Mike Wazowski salah satu tokoh utama di Monster University mengajakku belajar untuk berjuang dan menerima. Tentu saja aku bukan orang yang mudah menerima toh aku tumbuh untuk selalu menjadi mandiri, juara, dan kompetitif.
Mike Wazowski selalu bermimpi menjadi monster yang profesinya sebagai tukang menakut - nakuti anak kecil. Dimana dalam dunia monster ini adalah profesi jagoan dan menjadi kunci utama kehidupan Monster. Jadi tugas si monster yang menakut - nakuti ini adalah mendapatkan energi dari teriakan anak kecil yang ketakutan dan nantinya energi itu yang jadi sumber kehidupan di dunia monster. Tentunya syarat menjadi monster jagoan ini yang paling utama adalah punya bentuk yang menakutkan dan suara mengaum yang mengerikan. Takdir berkata lain karena Mike Wazowski terlahir menjadi monster yang imut. Jadi sebagaimanapun cerdasnya dia mengenyam pendidikan di Monster University dengan nilai A+ dia tidak punya bakat dan talenta untuk bisa jadi mendapatkan profesi monster jagoan yang tugasnya menakut - nakuti.
Tentu saja dia tidak terima dengan kenyataan ini dan membuktikan dengan berbagai cara untuk mencapai tujuannya itu. Di akhir cerita akhirnya profesi Mike ini adalah mendampingi sahabatnya yang juga monster yaitu Sullie. Nah, si Sullie ini emang terlahir berbakat menakuti, cuman karena kurang cerdas dia membutuhkan kecerdasan Mike untuk membantu Sullie menjadi monster penakut sejati yang mana profesi ini sebetulnya diidamkan oleh si Mike. Mereka menjadi tim yang bersinergi dan sukses mencapai target untuk menakut - nakuti anak kecil dengan nilai tertinggi.
Percayalah menerima kekalahan memang bukan hal yang mudah. Menerima bahwa tujuan yang ingin diraih itu tidak tercapai mencabik - cabik emosi dan menumbuhkan keputusasaan. Tapi tidak ada tantangan jika semuanya dimenangkan karena memang selayaknya kalah dan menang bersanding dalam sebuah kompetisi. Aku yakin Mike juga membutuhkan waktu yang lama untuk menerima bahwa dia tidak akan bisa menjadi apa yang dia inginkan tapi bisa mengaplikasikan sisi positif kelebihan dari dirinya untuk menjadi berguna tidak hanya untuk orang lain, juga dirinya sendiri. Jadi, jangan takut kalah dan jangan takut gagal, mungkin kita hanya belum bisa melihat sisi lain dari diri kita yang lebih baik dari kegagalan yang sedang kita alami. Anggap saja kita juara harapan, jadi masih ada harapan kan?
oh iya, soundtrack yang menarik sambil baca blog ini rasanya Agnes Monica "Things will get better". Ini single dia yang katanya merupakan perjuangan go international yang konon katanya gagal itu. Tapi cuba aja liat muka Agnezmo yang tetep songong dan chin up dan ngga putus asa itu, mungkin dia memahami dia sebagai Juara Harapan, bukan kalah.
Saturday, November 9, 2013
Like Crazy : the dead sparks and hearts
never allow anything to destroy
the feelings we share for each other
- like crazy, 2011 -
Kesalahan besar menonton film ini secara tidak sengaja adalah dalam keadaan sedang datang bulan dan sebelumnya banyak merenungkan masalah - masalah tentang hubungan cinta dua orang. Berakhir dengan emosi yang entah kenapa hampir saja merusak perasaanku hari itu. Lalu sebenarnya apa pengaruh film Amerika romantis ringan yang dirilis tahun 2011 ini bisa sebegitunya membuat aku yang notabene waras ini menjadi seketika terbawa dengan emosi yang aku sendiri tidak bisa pahami. Mungkin karena film ini membahas sesuatu yang menyentil pikiran skeptis aku akan cinta.
Jatuh cinta, klise dan terlalu pop tapi tidak mudah dimengerti. Ini kisah cinta Anna dan Jacob semasa kuliah yang penuh dengan perasaan yang terlalu semarak dan gila. Anna berasal dari London dan sedang mengikuti pertukaran pelajar di Los Angeles yang kemudian saling jatuh cinta kepada Jacob. Dalam film ini kisah cinta mereka digambarkan terlalu menggebu dan tampak terlalu indah sampai akhirnya Anna dideportasi ke London karena melanggar visa pelajarnya. Berpisah dua benua bukan hal yang mudah, selain jet lag waktu pasti ada saja yang menjadi tantangan mereka berdua untuk mempertahankan perasaan mereka. Berkunjung ke London menjadi cara satu - satunya Jacob untuk menemui Anna dan selama berpisah mereka juga memiliki sensasinya sendiri - sendiri untuk dekat dengan orang lain *sigh.
Melihat keadaan ini orang tua Anna mengusulkan mereka menikah untuk mempermudah visa Anna tidak dicabut malahan bisa mendapatkan Green Card dan bisa bersatu lagi dengan Jacob. Seperti yang aku yakini juga bahwa pernikahan itu harus didasari dengan alasan yang kuat antara 2 pihak bukan atas pengaruh faktor lain. Demikian juga perasaan Jacob saat diminta menikah, meski hatinya tidak sepenuhnya yakin karena dia juga menjalin hubungan dengan wanita lain tapi dia juga mencintai Anna. Tapi akhirnya merekapun menikah dengan iming - iming 6 bulan kemudian Anna mendapatkan visanya lagi dan mereka bisa bersatu, meski nasib berkata lain. Visa itu juga belum lolos. Hubungan yang memudar, jarak yang memisahkan, waktu yang tidak sinkron, kehadiran pihak ketiga, rasanya itu alasan tepat kenapa rasa akhirnya memudar.
Sampai akhirnya suatu ketika visa itu lolos. Anna mencoba kembali kepada Jacob dan pindah ke Los Angeles meninggalkan cinta paruh waktunya demikian juga Jacob. Namun, sepertinya mereka gagal untuk tidak membiarkan apapun merusak perasaan mereka satu sama lain. Ketika apa yang sudah tidak seharusnya … meski diperjuangkan dengan segala apapun tetap pada konklusi memang sudah tidak seharusnya.
Film ini ditutup dengan soundtrack yang apik karena aku si penyuka suara aneh penyanyi indie Stars yang memberikan lirik menampar dalam lagunya Dead Hearts.
Tell me everything that happened,
Tell me everything you saw.
They had lights inside their eyes...
They had lights inside their eyes...
Did you see the closing window,
Did you hear the slamming door?
They moved forward and my heart died...
They moved forward and my heart died...
Please, please tell me what they looked like,
Did they seem afraid of you?
Tell me everything you saw.
They had lights inside their eyes...
They had lights inside their eyes...
Did you see the closing window,
Did you hear the slamming door?
They moved forward and my heart died...
They moved forward and my heart died...
Please, please tell me what they looked like,
Did they seem afraid of you?
They were kids that I once knew...
They were kids that I once knew...
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
It's hard to know they're out there,
It's hard to know that you still care.
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
Dead hearts are everywhere!
Dead hearts are everywhere!
You say you do, but you don't deceive me.
It's hard to know they're out there,
It's hard to know that you still care.
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
Dead hearts are everywhere!
Dead hearts are everywhere!
Did you touch them, did you hold them?
Did they follow you to town?
They make me feel I'm falling down...
They make me feel I'm falling down...
Was there one you saw too clearly,
Did they seem too real to you?
They were kids that I once knew...
They were kids that I once knew...
Did they follow you to town?
They make me feel I'm falling down...
They make me feel I'm falling down...
Was there one you saw too clearly,
Did they seem too real to you?
They were kids that I once knew...
They were kids that I once knew...
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
You say you do, but you don't deceive me.
It's hard to know they're out there,
It's hard to know that you still care.
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
Dead hearts are everywhere!
Dead hearts are everywhere!
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
You say you do, but you don't deceive me.
It's hard to know they're out there,
It's hard to know that you still care.
I can say it, but you won't you believe me.
You say you do, but you don't deceive me.
Dead hearts are everywhere!
Dead hearts are everywhere!
They were kids that I once knew...
They were kids that I once knew...
Now they're all dead hearts to you...
Now they're all dead hearts to you...
They were kids that I once knew...
They were kids that I once knew...
Now they're all dead hearts to you...
They were kids that I once knew...
Now they're all dead hearts to you...
Now they're all dead hearts to you...
They were kids that I once knew...
They were kids that I once knew...
Now they're all dead hearts to you...
Mungkin dulu aku pernah marah pada semesta dan empunya kehidupan. Kenapa juga aku harus bertemu dengan seseorang yang bukan untuk aku dan harus meninggalkan sakit. Apakah aku terlalu memaksa waktu itu? Sia - siakah waktuku untuk bertemu mereka yang pernah mengisi hatiku waktu itu? Atau aku yang tidak bisa mengubah waktu yang kuanggap sia - sia itu sebagai proses hidup dan pembelajaran? Kalau diisi sejuta tanya mungkin tulisan ini tidak akan pernah berakhir. Yang jelas, aku harus meyakini apa yang aku jalani sekarang adalah yang memang harus terjadi sekarang apapun hasilnya nanti.
Baru pagi ini aku menemukan jawabannya. Setelah yang aku lalui dalam hidupku ternyata semesta dan empunya kehidupan memberi kebaikan dan menghadirkan sosok yang dengan hati terbuka aku berani mencintai lagi. Kami juga sudah mengucap sumpah untuk tidak membiarkan apapun merusak perasaan kami satu sama lain. Jadi mari kita coba sedikit untuk tidak terlalu tamak dalam hubungan ini dan menyaring hal - hal yang dapat merusak perasaan kami.
Wednesday, November 6, 2013
Lovelace : the ordeal survivor
Let me stated once again, I am not as my husband who can review movies perfectly in technical details and his wonderful perspective. I watch movies for my own enjoyment and for as much as moral lesson I can obtain or apply them in life. So, here is my thoughts about stunning movie I have watched last time with my husband, Lovelace.
This movie is based on true story of Linda Lovelace (starring Amanda Seyfried) also featuring her mom Dorothy (starring Sharon Stone). I call this movie as a survival of darker story in 1970 which porn movies and internet was not yet famous or exploded. Behind this one-hit-wonder porn star Linda Lovelace starring hits porn movie Deep Throat, were suffered from her charismatic hustler husband Chuck she loved once who forced her to be porn star and slut. Escaping a strict religious family, she got the paradigm of sacred catholic marital vow to be devoted and loyal with her marriage and husband. Somehow, this harrowing tale of the pursuit of happiness and the will to survive amid years of horrified abuse turned her to be a spokesperson for sexual freedom, pornographic, and abusive marriage.
Overall, this is tragic yet triumphant life that amazed me and inspired me that no matter how hard I try to be happy no matter the situation is, but I must be critical and smart in facing it.

This movie is based on true story of Linda Lovelace (starring Amanda Seyfried) also featuring her mom Dorothy (starring Sharon Stone). I call this movie as a survival of darker story in 1970 which porn movies and internet was not yet famous or exploded. Behind this one-hit-wonder porn star Linda Lovelace starring hits porn movie Deep Throat, were suffered from her charismatic hustler husband Chuck she loved once who forced her to be porn star and slut. Escaping a strict religious family, she got the paradigm of sacred catholic marital vow to be devoted and loyal with her marriage and husband. Somehow, this harrowing tale of the pursuit of happiness and the will to survive amid years of horrified abuse turned her to be a spokesperson for sexual freedom, pornographic, and abusive marriage.
Overall, this is tragic yet triumphant life that amazed me and inspired me that no matter how hard I try to be happy no matter the situation is, but I must be critical and smart in facing it.

Monday, November 4, 2013
hijau + stress + kebahagiaan
Waktu SMA dulu, selalunya merayu ibu untuk membelikan alat tulis harus merk Barunson yang kala itu harganya Rp. 5000,- satu buku. Padahal kalau merk Kiky aja Rp. 5000 itu sudah dapat 10 buku. Rasanya bingung cari strategi apa supaya ibuku merelakan anaknya meningkatkan harga diri dengan brand buku Barunson yang konon gambarnya selalu lucu dan lembar satu dan yang lainnya itu gambarnya beda. Kertasnyapun halus dan kadang ada yang wangi. Pokoknya harus Barunson! Lalu aku pergi ke toko buku itu dan mulai mencari - cari pilihan meski proposal dana belum disetujui. Ada satu buku tulis Barunson yang ketika kubuka ada halaman full warna hijau dengan keterangan "starring at green space reduce stress" …. akhirnya aku beli buku itu dengan seluruh uang saku dan rela pulang jalan kaki. Kutunjukkan pada ibu betapa bergunanya buku Barunson karena bisa menghilangkan stress. BERHASIL!
Sepenggal memori itu yang membawaku berjalan sejenak mencari cara untuk menyembuhkan stress dari kondisi yang ada. Kebetulan aku tinggal di desa ini, dimana tidak mungkin ketika stress aku lari ke coffee shop atau minggat ke rumah teman…. jauhhhhh sekali! Memanfaatkan apa yang ada … begini caraku menghilangkan stress dan tentunya dengan nuansa hijau …
Sepenggal memori itu yang membawaku berjalan sejenak mencari cara untuk menyembuhkan stress dari kondisi yang ada. Kebetulan aku tinggal di desa ini, dimana tidak mungkin ketika stress aku lari ke coffee shop atau minggat ke rumah teman…. jauhhhhh sekali! Memanfaatkan apa yang ada … begini caraku menghilangkan stress dan tentunya dengan nuansa hijau …
Happiness is a journey not a destination
- anonymous-
Otakmu, Otakku, Otak Kita .. Ayo makan Otak Otak
Ada hal yang baru dan lagi heboh dilakukan khalayak beberapa hari terakhir ini, TES OTAK. Menarik? ya ini bisa dibilang menarik karena kami satu keluarga juga tertarik untuk melakukan test ini.
Kami merujuk pada satu website yang menawarkan test ini : http://sommer-sommer.com/braintest/ .
Jadi ini si Sommer's Brother pemilik agency terbesar yang mengawali usahanya hanya berdua kakak beradik tanpa staff dan tanpa modal, memiliki keyakinan akan kinerja otak yang mampu menjadi tumpuan kesuksesan. Katanya begini :
Kami merujuk pada satu website yang menawarkan test ini : http://sommer-sommer.com/braintest/ .
Jadi ini si Sommer's Brother pemilik agency terbesar yang mengawali usahanya hanya berdua kakak beradik tanpa staff dan tanpa modal, memiliki keyakinan akan kinerja otak yang mampu menjadi tumpuan kesuksesan. Katanya begini :
“Bridging the gap between strategy
and creativity is key to successful
brand communications.”
A philosophy both Sommer brothers believe in –
Leonard and Gordon.
Syukurlah ketika melewati test itu, hasil milikku adalah begini :
Menurut penjelasannya :
OTAK KIRI
logika, peraturan, strategi, kecerdasan
OTAK KANAN
intuisi, perasaan, kreatifitas, perasaan
Lengkapnya bisa dibaca sendiri di pembahasan web tersebut tapi yang aku syukuri adalah hasil dari test otak itu entah validitasnya berapa persen tapi itu seimbang.
Beberapa tahun lalu aku diajari untuk menyeimbangkan antara perasaan dan logika. Rasanya juga sulit sekali untuk mengajak otakku diam sejenak ketika rasa dan logika bergejolak lalu menstabilkannya dan kemudian itu menjadi kebiasaan. Berhasil? mungkin tes otak itu menunjukkan aku berhasil tapi pada kehidupan sehari - hari aku masih kesulitan atau masih punya perang yang harus aku damaikan atau aku seimbangkan. Tetap tidak ada yang sempurna yakan yakan?!?! heheehe.
Apa sih keuntungannya kalau otak kita seimbang? ini menurut pemahaman aku. Kita ambil saja contoh ketika aku ada di bisnis furniture milik papa yang katanya (entah papa rela atau tidak) suatu saat nanti diwariskan ke anak - anaknya. Dalam sebuah bisnis harus ada keseimbangan antara otak kiri dan otak kanan. Nah, setelah di test otak … si papa ini otak kiri jauh lebih tinggi dari otak kanan. No wonder ya 27 tahun perusahaan ini berdiri biaya yang dikeluarkan seimbang dengan pemasukannya :) artinya kalau kata cina ini bisnis panas, kurang untung.
Ketika kita bisa membuat satu produk, mengupayakan kualitas, dengan kecerdasan, dan strategi …. itu tidak cukup. Kita juga harus memahami pasar dengan perasaan, intuisi, dan memberi masukan inovasi atas produk tersebut serta terus mengasah kreatifitas dalam mengembangkan produk. Maka, keseimbangan itu akan mengarah pada suatu harapan kesuksesan.
Tapi ya sekali lagi entahlah validitas test otak ini bagaimana … mungkin kalau aku tau Donald Trump itu equally use his brain, baru aku percaya :)
Tapi ya sekali lagi entahlah validitas test otak ini bagaimana … mungkin kalau aku tau Donald Trump itu equally use his brain, baru aku percaya :)
Wednesday, October 23, 2013
Stop Labeling!
Aku baru saja ditegur karena memberi label atas suatu
kejadian. Iya, aku memberi label orang – orang yang mengunduh aplikasi
blackberry di ios atau android itu ngga asik, aneh, labil, dan ngga bisa move
on. Astadjim, aku nyinyir. Lalu aku lirik juga top favorit download di apple
store dan blackberry menjadi 10 besar jumlah pengunduhnya. Hmmmm … baiklah
ternyata mainstream *eh kok labelin lagi… Padahal ya, belum lama juga ada quotes yang aku sampaikan di social media Path bunyinya begini :
Nah, bisa membayangkan kan bagaimana malunya? Selain malu aku mati - matian introspeksi diri. Perut rasanya mual, kepala nyut nyutan, dan rasanya nafsu makan hilang. Cukup drastis kan efek malu ini ... mungkin juga kalau dalam setahun kedepan aku langsing, pasti karena sering malu. Mau introspeksi diri itu rasanya juga tidak mudah karena emosi dan kesadaran diri itu perang sodara didalam otak. Akhirnya aku putuskan untuk diam sejenak.
Kemudian siang ini ada video yang mengusik hati dan mendukung aku untuk menulis ini :
Dalam video ini kita diberi gambaran bahwa kita tidak bangga terhadap diri kita sendiri karena terlalu banyaknya label yang diberikan oleh kehidupan kita cantik itu putih, pintar itu pakai kacamata, dengerin lagu dangdut itu norak, beli sandal crocs itu alay, keren itu langsing, iphone itu eksklusif, dan lain sebagainya. Padahal masih ada penilaian obyektif yang bisa membangun dan membuat kita tidak rendah diri. Lalu, kenapa aku tidak menjadi 1 orang saja yang mendukung pemikiran obyektif itu untuk mengajak orang lain menjadi bangga akan apa yang dimiliki dan diyakini.
Jadi, mulai dua hari yang lalu aku mundur sejenak dari sosial media. Berusaha memahami diriku, belajar untuk diam dan tidak nyinyir memberi label tapi lebih menerima orang lain apa adanya. Tidak hanya supaya orang lain itu tidak rendah diri, aku pun juga perlu belajar untuk bangga akan apa yang aku miliki.
Jadi ya berat juga lho ya tantangan ini padahal kan aku suka banget ngatain orang norak, alay, kimcil, wagu, nggak asik, mainstream, kampungan, nggak smart, balungan gajah, bitch, dan label label kasar, sinis, serta jahat lainnya. Entahlah nanti bakal bertahan sampai kapan tapi aku mengakui kalau sikapku ini tidak baik dan dengan senang hati mencoba memperbaikinya.
Subscribe to:
Posts (Atom)