instagram

Pages

Friday, December 6, 2013

Sokola Rimba : Adaptasi yok!

Ayo cerdas supaya bisa adaptasi dengan perubahan 

Kira - kira hanya kata - kata terakhir itu yang aku ingat menyentil rasaku ketika menonton film ini. Bertahun - tahun lalu aku dan keluargaku melihat artikel ini di koran Kompas yang menuliskan perjuangan Butet Manurung di pedalaman Jambi untuk mengajar kepada anak - anak rimba itu. Awalnya aku jatuh iba, tentang aksi sosial ini. Seperti manusia pada umumnya rasa salut dan iba memang yang paling pertama muncul ketika melihat kondisi ini, namun selang waktu membaca bukunya aku juga belajar hal lain, bukan hanya iba, salut, atau prihatin tapi juga memahami dari sisi mengolah semangat untuk menerima perubahan dan menyiasatinya dengan kecerdasan.

Aku tersenyum haru melihat semangat anak - anak rimba ini untuk bisa belajar, beberapa diantara mereka memang punya keinginan besar untuk menjadi cerdas dan pintar tapi juga belum tau kecerdasan itu akan digunakan sebagai apa. Beda dengan Bungo, salah satu anak rimba yang juga semangat belajar dan bersikeras untuk ingin tidak dibodohi atas perubahan jaman yang tidak bisa dihentikan. Kemudian pastinya diikuti dengan harapan mereka nantinya akan bisa beradaptasi dengan perubahan jaman tanpa meninggalkan nilai - nilai budaya dan adat istiadat <------- oh, see that's my words!

Mengingat aku pelupa dan ketika menonton film banyak detil yang sudah tidak menempel di jaring - jaring otakku, hal lain yang aku suka dari film ini adalah filosofi pohon madu. Jadi pohon madu adalah pohon tinggi tanpa ranting yang paling susah dicapai rombongan rimba, begitu mereka menyebut koloni rimba dengan rombongan. Diperlukannya keyakinan pada Tuhan alam semesta, hati yang bersih, dan pikiran yang fokus ketika mencapai puncaknya untuk nantinya mendapatkan sumber madu untuk kehidupan penduduk rimba. Karena puncaknya yang tinggi, dalam perjalanan si pemanjat sering diganggu halusinasi dan digambarkan bahwa halusinasi itu kadang dalam bentuk yang baik dan buruk. Ada yang diganggu setan pohon madu atau binatang yang menyeramkan sebagai simbol keburukan atau sensasi keindahan secara visual sebagai gambaran keindahan. Intinya tetap sama, apapun halusinasi itu bisa yang indah atau yang buruk jika kita tidak bijak menghadapinya, keduanya akan membuat kita jatuh.

Aku teringat seseorang yang mengajarkan aku akan fase kehidupan yang setiap levelnya memberi banyak ujian. Mungkin level - level inilah pijakan - pijakan untuk memanjat pohon madu kehidupan. Kadang dalam hidup kita merasa yang buruk adalah ujian dan mengingatkan kita akan sang pencipta untuk berserah dan memberi kemampuan untuk melewati cobaan. Setelahnya kita lupa, ketika kita sedang diberi kebaikan dalam hidup, kita anggap itu sebagai bonus setelah melewati cobaan, padahal itu cobaan lain dalam bentuk yang lebih manis untuk menguji kita, ingatkah kita untuk berterima kasih pada Tuhan alam semesta.





2 comments:

  1. wah..apik ini hunnnn tulisannya..

    ReplyDelete
  2. huaaa, serius!?! kalau di jejerin sama tulisanmu … itu menjawab Why women are from Venus and Men are from Mars *bisou bisou …

    ReplyDelete