Ini juga jangan bilang – bilang Mustafa, meski ini bisa
dibilang tulisan balasan atas apa yang ditulis Mustafa dalam blognya.
Aku bukan penulis, tidak seperti Mustafa yang pandai
merangkai kata – kata dalam sebuah tulisan. Terlebih lagi ketika kosakata yang
aku miliki lebih sedikit daripada Mustafa.
Kalau kata Mustafa, aku lebih pintar bersilat lidah daripada
menulis mengingat profesiku sebaga Humas yang terkenal bullshit ini.
*Namun patut diakui kepiawaianku ini berhasil merebut hati
banyak orang mulai dari atasan, owner, juga mertua … J
Cukup mengenai aku, jangan sampai gagal fokus karena kita
harus membicarakan Mustafa diam – diam.
Waktu ditanya kenapa aku mau menikahi Mustafa, aku kesulitan
menjawab karena alasannya ya karena itu Mustafa, bukan Don Juan, bukan Abul
Zakir, atau nama – nama lainnya yang pernah ada dikehidupanku. Toh katanya
Cinta itu tanpa syarat dan alasan, jadi aku sudah cukup membual dengan menjawab
“Karena itu Mustafa, aku mau menikahinya dan menjawab iya ketika dilamar”.
Namun demikian, tidak mudah juga ditanyai teman – teman dekat mengenai Mustafa,
mengingat pencitraan Mustafa itu salah kaprah dimata teman – temannya. Ada yang
bilang dia itu gombal, penjahat kelamin, playboy, tidak mapan, kekanak –
kanakan, dan lain sebagainya yang tetap tidak menyurutkan niatku untuk mau
dipinang Mustafa.
Dimataku Mustafa ini orang yang sangat santai, dia yang bisa
mengajarkan aku untuk “Keep calm” dan
hidup itu tidak perlu ngoyo. Dia juga
memberi aku gambaran untuk tidak perlu kuatir betul akan kehidupan, jadi kalau
hidup sama Mustafa itu mungkin semacam ‘makan ngga makan asal kumpul’. Ah, tapi
tidak juga, coba sodorin Mustafa dengan sepatu salah satu merk yang mahal,
celana jeans dengan merk yang mahal, hem dengan merk favoritnya yang juga
mahal, dan juga gadget impiannya yang pastinya juga mahal, mungkin dia akan
termotivasi untuk menabung dan bekerja lebih giat. Karena menurut Mustafa,
penampilan itu utama sepertinya ….
Saking tenangnya, Mustafa ini banyak diam dan jarang bicara.
Sejak 2004 kita saling mengenal menjadi selingkuhan, aku juga mengenal Mustafa
sebagai sosok antisosial, rebel, pendiam, dan pintar menulis. Dituliskannya
kepadaku beberapa coretan kecil dan dipanggilnya aku ini Madu …. *entah dulu
mungkin aku korban rayuannya atau seperti bagaimana dia meyakinkan aku memang
dari dulu Mustafa sudah tertarik kepadaku uwwyeaahh!. Berpisah dari sejak 2004
karena aku ketahuan berselingkuh dengan Mustafa, maka diputuskannyalah tali
silaturahmi kami dan aku tidak pernah lagi menemukan Mustafa sampai pada awal
2012 kemarin. Berubahkah Mustafa? Sampai saat ini aku belum tau dan belum
mengenal Mustafa secara menyeluruh, namun ini akan jadi perjalanan yang seru
untuk mengenal dirinya. Yang jelas, dia tetap pendiam menurut aku … tidak
secerewet aku yang banyak bercerita. Waktu pertama kali bertemu di tahun 2012
pun aku sempat kehabisan bahan pembicaraan karena dia terus saja menatap aku
tanpa bicara banyak. *mungkin dia sudah kena pelet penakluk lelakiku ahay!
Jangan terlalu banyak memberi wejangan kepada Mustafa, dia
bisa lari tunggang langgang atau ekspresi wajahnya berubah menjadi monster
karena dia benci sekali dengan orang yang terlalu banyak memberi nasihat
seperti hidup mereka sudah siap mati sempurna. Cukupkanlah Mustafa dengan
beberapa cerita pengalaman hidup, pasti dia akan mengerti dan dia juga sudah
cukup tau untuk mengambil sikap dalam hidupnya.
Usut punya usut mengenai Playboy, ternyata Mustafa tidaklah
playboy, hanya pencitraannya saja yang salah. Jumlah mantan kekasihnya, tidak
sebanyak mantan kekasihku. Kenakalannya belum seberapa dengan kenakalanku. Jadi
bisa dibilang, pencitraan Mustafa ini salah dimata beberapa orang, mungkin
karena dia ini tidak piawai menjadi Humas, tidak seperti aku. Mustafa ini
selain apa adanya, orangnya all out dia
terkenal baik hati dan tidak perhitungan. Jadi sebenernya dia ini gampang
dikadalin *eh … J
Oleh karena itu, tidak perlu diragukan, banyak wanita – wanita yang jatuh hati
kepadanya karena memang baik hatinya.
Untuk masalah nyali, sebetulnya ini masih jadi pertanyaanku
sejak bertemu dengan Mustafa. Aku masih tidak habis pikir dan mungkin kami ini
juga masih tidak habis pikir dengan keputusan kami untuk menikah. Mengingat
kami sama – sama tidak percaya pernikahan dan agama, cukup mencengangkan juga
sampai kami akhirnya bisa melewati proses perkenalan antara calon besan, proses
lamaran, dan sampai saat ini kami menjalani penyelesaian keperluan surat nikah
mulai dari sipil dan gereja, juga hendaknya kami mengikuti katekisasi serta
kursus perkawinan yang kadang – kadang juga mengganggu pola berpikir kami yang
terlalu absurd. Namun inilah Mustafa, dibalik sikap kekanak – kanakan dan
manjanya sebagai anak bungsu, namun dia betul – betul punya nyali untuk
mengajak aku menikah dan sebagai seorang calon mempelai dia sangat menyenangkan
diajak bekerja sama. Seperti pada pagi ini, merapihkan dokumen, merangkum
pengeluaran, menyelesaikan desain undangan, membuat buku pemberkatan, memilih
lagu – lagu yang akan dinyanyikan, dan kesana kemari mendampingi aku
menyelesaikan semua – semua procedural yang melelahkan tetapi merupakan
tantangan yang menarik. Jadi Mustafa, lebih baik aku saja yang santai – santai disini
dan memastikan semuanya beres sembari menikmati kopi dan sebatang dua batang
racikan tembakau.
Nyali - Naif
Kekasih,Telah bulat hatiUntuk ucapkan sebuah janjiBila engkau mau menanti
Bagaimana caranya akuMengungkapkan maksud hatikuAndai engkau mau mengerti
Tuhan...Beri aku nyaliUntuk mengucapkan janjiSehidup sematiAku tak ingin lagiMembuatnya menunggu untuk sesuatu yang tak pasti
Kekasih,Telah bulat hatiUntuk ucapkan sebuah janjiBila engkau mau menanti
Bagaimana caranya akuMengungkapkan maksud hatikuAndai engkau mau mengerti
Tuhan...Beri aku nyaliUntuk mengucapkan janjiSehidup sematiAku tak ingin lagiMembuatnya menunggu untuk sesuatu yang tak pasti
No comments:
Post a Comment