Selama kami kursus perkawinan, Mustafa rajin menulis dan
menceritakan pengalamannya selama kursus perkawinan sesuai dengan apa yang
diajarkan setiap harinya. Entah kenapa kali ini ketika mempelajari ‘pengenalan
reproduksi’ Mustafa nampaknya enggan menulis. Jadi mari kucoba saja untuk
menulisnya, ala Musdalifah.
Jadi hari itu aku dan Mustafa mulai berpikir cabul karena
sore itu akan bicara mengenai pengenalan organ reproduksi. Imajinasiku juga
sudah mulai melayang karena seharusnya ini akan menjadi pembicaraan seru bak
mengulas satu kitab Kama Sutra dan melihat perspektif alat kelamin dan
perkawinan menjadi sisi yang sangat menegangkan nan menarik. Aku juga
membayangkan mengenai bagaimana kita nanti akan diberi saran menjaga hubungan
intim suami istri dengan baik, supaya mencapai kepuasan bersama bak menyaksikan
Dr. Boyke yang menyenangkan dalam sebuah talkshow interaktif penuh makna
*halah.
Memang betul bagi aku dan menurut aku, jadi bolehlah kalau
ada yang ngga setuju, kehidupan sex rumah tangga itu penting. Bercinta itu
harusnya menjadi sarana rekreasi pelepas penat suami istri dan jadi aktifitas
favorit yang menyenangkan. Jadi waktu sebelum aku memutuskan mau menikah dengan
Mustafa, aku selalu sigap menjawab ketika ditanya salah satu harapan
pernikahanku adalah calon suamiku harus bisa bikin aku nafsu dan good in bed. Rasanya berat juga ya kalau
aku harus bercinta dengan orang yang sama seumur hidup (baca: setelah menikah)
kalau orang itu sama sekali ngga bikin nafsu dan bahkan enggan untuk bercinta, what a lame my life will be. Mungkin ini
dikarenakan aku, Musdalifah, memiliki darah Arab yang menurut penelitan
memiliki kadar libido yang diatas rata – rata dan pastinya hot in bed *trust me! Tapi
nggak juga, aku yakin beberapa wanita modern, mandiri, dan berwawasan luas
seperti aku, berpendapat demikian *chin up.
Oke, lanjut pada perjalanan kursus perkawinan hari ini,
Mustafa dan Musdalifah sudah saling mengirimkan pesan “horeee, nanti sore kita
akan lihat gambar saru!” *sungguh cabul sekali kan mereka ini. Namun ternyata,
pasangan Mustafa dan aku ini memang tidak mujur ya kalau berhadapan dengan
sebuah kelembagaan yang kaku dan agama. Sore itu kami dihadapkan oleh dua orang
ibu – ibu arisan (salah satunya berprofesi sebagai bidan) yang bicara titit (baca:
alat kelamin) aja pake sungkan – sungkan karena saru, ditambah lagi lamat –
lamat bicaranya layaknya ini semua tabu, menjelaskan bagian – bagian alat
kelaminpun juga sering mencontek, dan mereka seperti malah melihat dari
perspektif yang mengerikan seperti penyakit kelamin, ibu – ibu dengan tato yang
kemungkinan HIV *singak!, dan proses kelahiran yang menyakitkan. Bahkan salah
satu ibu itu bicara demikian, “sakitnya itu walaupun si ibu itu cantik kayak
apa, pasti mukanya akan semakin jelek ketika kesakitan mau melahirkan” *sembari
memandang wajahku yang membuatku berpikir aku ini cantik dan lemah dihadapannya
*halah …. J
Ah, kandas sudah deh harapan melihat kitab Kama Sutra,
nampaknya Mustafa dan aku perlu bereksplorasi sendiri, toh kami cabul dan kami
yakin pasti kami akan seru sekali nanti kehidupan pernikahannya jadi kami tidak
peduli meski pengetahuan yang kami serap sedikit sekali. Di penghujung acara,
calon – calon mempelai putri ini diberikan susu sample pendukung masa – masa menjelang
kehamilan *yippie … . Ya sudah lah bu, aku yakin kalian pasti ndak tau apa itu
big “O” jadi mungkin tidak ada yang menarik bagi ibu – ibu arisan selo ini
untuk berbagi mengenai indahnya kehidupan intim suami istri *sigh.