instagram

Pages

Saturday, April 13, 2013

Ibu - ibu Bicara Titit


Selama kami kursus perkawinan, Mustafa rajin menulis dan menceritakan pengalamannya selama kursus perkawinan sesuai dengan apa yang diajarkan setiap harinya. Entah kenapa kali ini ketika mempelajari ‘pengenalan reproduksi’ Mustafa nampaknya enggan menulis. Jadi mari kucoba saja untuk menulisnya, ala Musdalifah.


Jadi hari itu aku dan Mustafa mulai berpikir cabul karena sore itu akan bicara mengenai pengenalan organ reproduksi. Imajinasiku juga sudah mulai melayang karena seharusnya ini akan menjadi pembicaraan seru bak mengulas satu kitab Kama Sutra dan melihat perspektif alat kelamin dan perkawinan menjadi sisi yang sangat menegangkan nan menarik. Aku juga membayangkan mengenai bagaimana kita nanti akan diberi saran menjaga hubungan intim suami istri dengan baik, supaya mencapai kepuasan bersama bak menyaksikan Dr. Boyke yang menyenangkan dalam sebuah talkshow interaktif penuh makna *halah.

Memang betul bagi aku dan menurut aku, jadi bolehlah kalau ada yang ngga setuju, kehidupan sex rumah tangga itu penting. Bercinta itu harusnya menjadi sarana rekreasi pelepas penat suami istri dan jadi aktifitas favorit yang menyenangkan. Jadi waktu sebelum aku memutuskan mau menikah dengan Mustafa, aku selalu sigap menjawab ketika ditanya salah satu harapan pernikahanku adalah calon suamiku harus bisa bikin aku nafsu dan good in bed. Rasanya berat juga ya kalau aku harus bercinta dengan orang yang sama seumur hidup (baca: setelah menikah) kalau orang itu sama sekali ngga bikin nafsu dan bahkan enggan untuk bercinta, what a lame my life will be. Mungkin ini dikarenakan aku, Musdalifah, memiliki darah Arab yang menurut penelitan memiliki kadar libido yang diatas rata – rata dan pastinya hot in bed *trust me! Tapi nggak juga, aku yakin beberapa wanita modern, mandiri, dan berwawasan luas seperti aku, berpendapat demikian *chin up.

Oke, lanjut pada perjalanan kursus perkawinan hari ini, Mustafa dan Musdalifah sudah saling mengirimkan pesan “horeee, nanti sore kita akan lihat gambar saru!” *sungguh cabul sekali kan mereka ini. Namun ternyata, pasangan Mustafa dan aku ini memang tidak mujur ya kalau berhadapan dengan sebuah kelembagaan yang kaku dan agama. Sore itu kami dihadapkan oleh dua orang ibu – ibu arisan (salah satunya berprofesi sebagai bidan) yang bicara titit (baca: alat kelamin) aja pake sungkan – sungkan karena saru, ditambah lagi lamat – lamat bicaranya layaknya ini semua tabu, menjelaskan bagian – bagian alat kelaminpun juga sering mencontek, dan mereka seperti malah melihat dari perspektif yang mengerikan seperti penyakit kelamin, ibu – ibu dengan tato yang kemungkinan HIV *singak!, dan proses kelahiran yang menyakitkan. Bahkan salah satu ibu itu bicara demikian, “sakitnya itu walaupun si ibu itu cantik kayak apa, pasti mukanya akan semakin jelek ketika kesakitan mau melahirkan” *sembari memandang wajahku yang membuatku berpikir aku ini cantik dan lemah dihadapannya *halah …. J

Ah, kandas sudah deh harapan melihat kitab Kama Sutra, nampaknya Mustafa dan aku perlu bereksplorasi sendiri, toh kami cabul dan kami yakin pasti kami akan seru sekali nanti kehidupan pernikahannya jadi kami tidak peduli meski pengetahuan yang kami serap sedikit sekali. Di penghujung acara, calon – calon mempelai putri ini diberikan susu sample pendukung masa – masa menjelang kehamilan *yippie … . Ya sudah lah bu, aku yakin kalian pasti ndak tau apa itu big “O” jadi mungkin tidak ada yang menarik bagi ibu – ibu arisan selo ini untuk berbagi mengenai indahnya kehidupan intim suami istri *sigh.


Thursday, April 11, 2013

Mustafa dan Nyali


Ini juga jangan bilang – bilang Mustafa, meski ini bisa dibilang tulisan balasan atas apa yang ditulis Mustafa dalam blognya.
Aku bukan penulis, tidak seperti Mustafa yang pandai merangkai kata – kata dalam sebuah tulisan. Terlebih lagi ketika kosakata yang aku miliki lebih sedikit daripada Mustafa.
Kalau kata Mustafa, aku lebih pintar bersilat lidah daripada menulis mengingat profesiku sebaga Humas yang terkenal bullshit ini.
*Namun patut diakui kepiawaianku ini berhasil merebut hati banyak orang mulai dari atasan, owner, juga mertua … J
Cukup mengenai aku, jangan sampai gagal fokus karena kita harus membicarakan Mustafa diam – diam.

Waktu ditanya kenapa aku mau menikahi Mustafa, aku kesulitan menjawab karena alasannya ya karena itu Mustafa, bukan Don Juan, bukan Abul Zakir, atau nama – nama lainnya yang pernah ada dikehidupanku. Toh katanya Cinta itu tanpa syarat dan alasan, jadi aku sudah cukup membual dengan menjawab “Karena itu Mustafa, aku mau menikahinya dan menjawab iya ketika dilamar”. Namun demikian, tidak mudah juga ditanyai teman – teman dekat mengenai Mustafa, mengingat pencitraan Mustafa itu salah kaprah dimata teman – temannya. Ada yang bilang dia itu gombal, penjahat kelamin, playboy, tidak mapan, kekanak – kanakan, dan lain sebagainya yang tetap tidak menyurutkan niatku untuk mau dipinang Mustafa.

Dimataku Mustafa ini orang yang sangat santai, dia yang bisa mengajarkan aku untuk “Keep calm” dan hidup itu tidak perlu ngoyo. Dia juga memberi aku gambaran untuk tidak perlu kuatir betul akan kehidupan, jadi kalau hidup sama Mustafa itu mungkin semacam ‘makan ngga makan asal kumpul’. Ah, tapi tidak juga, coba sodorin Mustafa dengan sepatu salah satu merk yang mahal, celana jeans dengan merk yang mahal, hem dengan merk favoritnya yang juga mahal, dan juga gadget impiannya yang pastinya juga mahal, mungkin dia akan termotivasi untuk menabung dan bekerja lebih giat. Karena menurut Mustafa, penampilan itu utama sepertinya ….

Saking tenangnya, Mustafa ini banyak diam dan jarang bicara. Sejak 2004 kita saling mengenal menjadi selingkuhan, aku juga mengenal Mustafa sebagai sosok antisosial, rebel, pendiam, dan pintar menulis. Dituliskannya kepadaku beberapa coretan kecil dan dipanggilnya aku ini Madu …. *entah dulu mungkin aku korban rayuannya atau seperti bagaimana dia meyakinkan aku memang dari dulu Mustafa sudah tertarik kepadaku uwwyeaahh!. Berpisah dari sejak 2004 karena aku ketahuan berselingkuh dengan Mustafa, maka diputuskannyalah tali silaturahmi kami dan aku tidak pernah lagi menemukan Mustafa sampai pada awal 2012 kemarin. Berubahkah Mustafa? Sampai saat ini aku belum tau dan belum mengenal Mustafa secara menyeluruh, namun ini akan jadi perjalanan yang seru untuk mengenal dirinya. Yang jelas, dia tetap pendiam menurut aku … tidak secerewet aku yang banyak bercerita. Waktu pertama kali bertemu di tahun 2012 pun aku sempat kehabisan bahan pembicaraan karena dia terus saja menatap aku tanpa bicara banyak. *mungkin dia sudah kena pelet penakluk lelakiku ahay!

Jangan terlalu banyak memberi wejangan kepada Mustafa, dia bisa lari tunggang langgang atau ekspresi wajahnya berubah menjadi monster karena dia benci sekali dengan orang yang terlalu banyak memberi nasihat seperti hidup mereka sudah siap mati sempurna. Cukupkanlah Mustafa dengan beberapa cerita pengalaman hidup, pasti dia akan mengerti dan dia juga sudah cukup tau untuk mengambil sikap dalam hidupnya.

Usut punya usut mengenai Playboy, ternyata Mustafa tidaklah playboy, hanya pencitraannya saja yang salah. Jumlah mantan kekasihnya, tidak sebanyak mantan kekasihku. Kenakalannya belum seberapa dengan kenakalanku. Jadi bisa dibilang, pencitraan Mustafa ini salah dimata beberapa orang, mungkin karena dia ini tidak piawai menjadi Humas, tidak seperti aku. Mustafa ini selain apa adanya, orangnya all out dia terkenal baik hati dan tidak perhitungan. Jadi sebenernya dia ini gampang dikadalin *eh … J Oleh karena itu, tidak perlu diragukan, banyak wanita – wanita yang jatuh hati kepadanya karena memang baik hatinya.

Untuk masalah nyali, sebetulnya ini masih jadi pertanyaanku sejak bertemu dengan Mustafa. Aku masih tidak habis pikir dan mungkin kami ini juga masih tidak habis pikir dengan keputusan kami untuk menikah. Mengingat kami sama – sama tidak percaya pernikahan dan agama, cukup mencengangkan juga sampai kami akhirnya bisa melewati proses perkenalan antara calon besan, proses lamaran, dan sampai saat ini kami menjalani penyelesaian keperluan surat nikah mulai dari sipil dan gereja, juga hendaknya kami mengikuti katekisasi serta kursus perkawinan yang kadang – kadang juga mengganggu pola berpikir kami yang terlalu absurd. Namun inilah Mustafa, dibalik sikap kekanak – kanakan dan manjanya sebagai anak bungsu, namun dia betul – betul punya nyali untuk mengajak aku menikah dan sebagai seorang calon mempelai dia sangat menyenangkan diajak bekerja sama. Seperti pada pagi ini, merapihkan dokumen, merangkum pengeluaran, menyelesaikan desain undangan, membuat buku pemberkatan, memilih lagu – lagu yang akan dinyanyikan, dan kesana kemari mendampingi aku menyelesaikan semua – semua procedural yang melelahkan tetapi merupakan tantangan yang menarik. Jadi Mustafa, lebih baik aku saja yang santai – santai disini dan memastikan semuanya beres sembari menikmati kopi dan sebatang dua batang racikan tembakau.



Nyali - Naif
Kekasih,Telah bulat hatiUntuk ucapkan sebuah janjiBila engkau mau menanti
Bagaimana caranya akuMengungkapkan maksud hatikuAndai engkau mau mengerti
Tuhan...Beri aku nyaliUntuk mengucapkan janjiSehidup sematiAku tak ingin lagiMembuatnya menunggu untuk sesuatu yang tak pasti