instagram

Pages

Tuesday, January 15, 2013

Les Miserables | Extreme Unhappiness





Barusan buka google untuk mencari tau apa sih arti dari Miserable itu, bagaimana kamus menjabarkan sebuah rasa Miserable  yang pasti diambil dari kata Misery itu. Ternyata artinya itu bisa dibilang Extreme Unhappiness.
Kalau bicara soal rasa, setiap orang punya batas kebahagiaan dan tidak bahagianya sendiri – sendiri. Itulah kenapa sebagai orang yang suka sekari mencari jawaban, aku paling kesulitan menanyakan soal rasa, karena jawabannya tidak ada yang pasti. Lebih mending nanya isi tabunganku, pasti dengan cepat aku jawab “Rp. 0 ,- saudara – saudara terkasih!”

Waktu berencana untuk menonton Les Miserables, sebuah film musical yang diangkat dari novel Victor Hugo, aku juga bertanya – tanya “Miserable nya bakal separah apa sih?” bersusah payah aku mengingat cerita novel yang aku baca jaman kuliah dan aku tidak menyerapi ceritanya namun hanya sekedar membaca dari sudut pandang dosen demi mendapatkan nilai A *jebule aku kehilangan esensi cerita itu sendiri* . Ternyata oh ternyata, film yang apik ini menguras air mataku juga dan bagaimana sebuah rasa ‘extreme unhappiness’ itu digambarkan sempurna melebihi kisah hidupku dan meski masih kurang nelangsa dari kisah penyaliban Yesus *hadah*betul betul membuat mewek!

Jadi inget dulu jaman kuliah dan membaca novel ini lalu si pak dosen bertanya “apa pelajaran moral dari novel ini?” tetap saja aku berusaha menjawab dari persepsinya dan aku tidak memaknai novel ini. Hanya kali ini aku yang sudah dewasa *baca DEWASA bukan MENUA* mulai bisa mengambil sisi moral yang bisa memberiku gambaran tentang kehidupan. Kisah ini mengajakku mengunjungi 3 fase kehidupan dalam hidupku, dari aku yang belum merasakan kehidupan yang menyedihkan, lalu aku yang pernah melalui masa menyedihkan itu, kemudian bangkit dari rasa sedih itu. Sekarang aku bisa cukup mudah mengatakan pada diriku sendiri I’m not into that miserable for I have faith and belong to His fate!

Eh ini schene si Fantine ‘Anne Hathaway’ waktu meratapi nasibnya dan lagu ini sangat – sangat tepat dipilih untuk menggambarkan kehidupannya yang sangat – sangat miserable. My favorite scene ever! 


I dreamed a dream in times gone by
When hope was high and life worth living
I dreamed that love would never die
I dreamed that God would be forgiving

Then I was young and unafraid
And dreams were made and used and wasted
There was no ransom to be paid
No song unsung no wine untasted

But the tigers come at night
With their voices soft as thunder
As they tear your hope apart
As they turn your dream to shame

And still I dreamed he'll come to me
That we would live the years together
But there are dreams that cannot be
And there are storms we cannot weather

I had a dream my life would be
So diff'rent from this hell I'm living
So diff'rent now from what it seemed
Now life has killed the dream I dreamed





PS: tulisan ini sebenarnya untuk Ibu, yang tadi pagi menghubungi dan menanyakan soal ‘rasaku’. “Bu, tidak perlu engkau kuatir akan segalapun yang tidak pasti. Biarkan mereka bicara seenaknya dan menilai sesuka hatinya, tapi ini tetap hidup yang harus dijalani kita sendiri. Apapun rasa yang aku alami saat ini biarlah ini jadi bahagia atau dukaku dan mungkin jika hidup harus membunuh mimpiku sekali lagi, biarlah aku berkata kepada empunya kehidupan, ‘Oh, shit man! That hurts’” *hehehehehe “

1 comment:

  1. hati seorang ibu lebih sakit dari rasa sakit yang dialami anak-anaknya... demikian pula dia lebih bahagia dari pada rasa bahagia anak-anaknya....
    kekawatiran ibu terobati ketika anak-anaknya mulai bisa mandiri dan berpikir dewasa... Semoga Tuhan menyertai setiap langkah ceriamu...

    ReplyDelete